Ini tulisan pertamaku yang berkaitan dengan
membahas almamater. Jujur selama 1,5 tahun pikiran dan perasaan ini aku simpan.
Namun aku rasa sudah saatnya kini untuk menuliskannya. Dulu pertama kali
motivasiku masuk UI adalah karena aku ingin membuktikan kepada guru – guru saya
yang meremehkanku semasa SMA. Tetapi semakin lama aku semakin sadar, tidak ada
gunanya menanam ambisi dan tujuan sehina itu. pengetahuan bukan ambisi,
pengetahuan adalah rasa ingin tahu. Aku ingin menuntut ilmu, bukan ingin pamer.
Tentu di
daerahku Nganjuk yang notabene kota kecil, sangat membanggakan bila bisa masuk
salah satu universitas terbaik se - Indonesia. Awal aku masuk UI pun aku begitu
bangga dengan almamaterku ini. Sungguh kalian akan merasakan rasa bangga itu
bila kalian bersekolah di kota kecil seperti aku. Namun lama – lama aku semakin
jengkel juga dengan almamater yang kusandar ini. Banyak orang yang
mengatasnamakan almamater untuk kepentingan kelompok. Mahasiswa demo isunya
nggak jelas, dan bahkan dijadikan rutinitas setiap bulan harus ada yg didemo
meskipun sebenarnya negara baik baik saja.
Ada juga hal
yang paling membuat aku malu memakai jaket almamaterku. Aku melihat perubahan
pada teman – temanku semua. Mereka yang masuk UI dipenuhi kesombongan luar
biasa, dan ketika mengadakan roadshow ke daerah masing – masing aku yakin
motivasi utama bukanlah sosialisasi perguruan tinggi, tetapi pamer di adik
kelas. Meskipun juga diselingi dengan sosialisasi, try out dan yang lain –
lain, tapi aku hanya berpikir mereka hanya ingin pamer karena kebanggaan
menyandang status almamater yang dipandang baik. aku tidak yakin jika kalian
masuk perguruan tinggi yang tidak favorit kalian akan tetap melakukan
sosialisasi. Aku yakin jika kalian tidak diteria di perguruan tinggi favorit,
kalian tidak akan berani silaturahmi ke guru – guru. kalian silaturahmi ke guru
hanya karena ingin ditanyai “sekolah dimana sekarang?”.
Begitu sombongnya
kalian memakai jaket almamater itu. aku semakin hari semakin sedih melihat
perubahan tingkah laku kalian. Kalian memandang rendah teman – teman dari
Universitas lain, kalian mulai menggunakan jaket almamater itu untuk ditunjukan
ke semua orang bahwa kalian orang terdidik. Aku bilang begini bukan karena aku
benci dan tidak bangga dengan alamamaterku. Namun apakah kebanggaan terhadap
almamater pantas diekspresikan dalam suatu hal bernama pamer? Aku yakin kalian
tidak mengakuinya bahwa kalian pamer. Sifat alami orang itu tidak mau
disalahkan. Tetapi cobalah sesekali merenung, apakah benar kalian bersih dari
dosa pamer. Aku pun mengakui dulu aku juga pamer, 6 bulan pertama tepatnya.
Seingatku hanya
dua kali aku menggunakan jaket almamaterku. Pertama ketika foto bersama BEM UI,
dan yang kedua adalah saat mengisi sambutan acara UI. Sekali lagi bukan karena
aku tidak bangga. Apakah bangga itu harus diekspresikan dengan pamer? Aku rasa
bangga itu harus diekspresikan dengan kerja keras. Kalian yang sudah diterima
di UI, sudah sampai mana prestasi yang kalian capai di UI sehingga kalian
pantas pamer? Sudah jadi yang terbaik satu kelas? Satu jurusan? Satu fakultas? Atau
satu UI? Aku sangat menyayangkan sikap kalian ini.
Ingatlah diatas
bumi ada langit, diatas langit siapa yang tahu? Ya, aku hanya ingin kalian
kembali seperti sediakala, aku rindu teman – temanku yang bersahaja. Tidak pernah
membicarakan sekolah dimana kamu sekarang, tetapi lebih membicarakan bagaimana
kabarmu? Apa kamu sehat – sehat saja? Jujur ketika pertama aku masuk UI selama
6 bulan pertama aku juga dilingkupi rasa bangga, namun setelah itu aku sadar,
begitu banyak temanku yang tidak diterima disini yang hatinya terluka, lalu dengan
bangganya pamer bahwa aku telah mengalahkan kalian? Betapa jahatnya aku 6 bulan
pertama itu. aku rasa bangga sejati adalah ungkapan syukur dari hati yang
terdalam dan cukup dipendam sendiri saja. Biarkan orang tahu prestasimu dari
orang yang lain. Jika orang lain tidak tahu, Tuhan tahu kok prestasimu, maka
dari itu tidak perlu ditunjuk – tunjukan. apakah pengakuan Tuhan belum cukup
bagimu. Aku ingin ketika kita bertemu, kalian menyapaku dengan “apa kabar?”
lagi.
0 comments