Saya percaya
pada takdir. Saya percaya bahwa semua yang kita alami telah dititikkan oleh
yang Maha Kuasa. Sedangkan kita hidup di dunia ada untuk merangkai titik –
titik takdir itu dan menghubungkannya sebagai sebuah garis. Hal ini semakin
menegaskan kenapa ada orang yang sukses dan ada orang yang gagal. Orang sukses
berhasil menemukan titik – titik yang telah ditentukan oleh Tuhan dan
membuatnya menjadi sebuah garis kehidupan. Sedangkan orang gagal adalah orang
yang tidak berhasil menemukan titik – titik kehidupan dari Tuhan dan membuat
garis menyimpang dari titik – titik yang telah dibuatkan Tuhan untukknya. Kebnyakan
orang gagal hanya mengikuti apa yang dikatakan orang. Mereka menghabiskan
sebagian besar waktunya untuk mendengarkan orang lain, padahal jelas – jelas orang
lain belum tentu mengenal siapa dirinya. Jelas hanya diri sendirilah yang
paling mengenal akan diri kita sendiri, itu kenapa saya selalu mempercayai hati
dan intuisi saya ketika saya mengambil keputusan. Karena saya yakin Tuhan
memberikan petunjuk berupa titik – titik takdir tadi dalam hati dan pikiran
setiap manusia. Seringkali manusia terlalu takut untuk menuruti kata hati dan
intuisinya. Tanpa sadar mereka telah terperangkap dalam penjara kebudayaan yang
dibuat oleh lingkungannya. Mereka menganggap lingkungan yang mengendalikan
mereka.
Bukankah sering
kita menjumpai orang yang punya minat sosial masuk jurusan teknik, minat sastra
masuk kedokteran, minat musik masuk akuntansi? Terkadang orang terlalu
pecundang untuk mengikuti kata hati mereka, sehingga dalam sisa – sisa hidupnya
mereka berkutat dengan sesuatu yang sebenarnya tidak mereka cintai. Mereka bekerja
demi uang, sekolah demi gelar, berdandan demi prestis dan lain sebagainnya. Setahu
saya orang – orang besar semuanya bekerja atas nama cinta atau passion. Sementara
orang – orang yang kurang beruntung menjalani hidupnya melakukan hal yang
sebenarnya tidak mereka cintai demi uang, demi harga diri, demi gelar dan
sebagainya. Saya percaya bahwa ketika orang itu sukses bukan ambisi yang
mendorong mereka, tetapi karena rasa cinta atau passion terhadapa apapun yang
mereka kerjakan. Kebanyakan orang memandang cinta sebagai sesuatu yang sepele,
sekedar perasaan sayang dan ketetapan hati. saya melihat cinta dari sisi yang
lain dan percayalah bagaimana cinta bekerja. Steve Jobs besar karena mencintai
desain dan komputer, Frank Sinatra besar karena mencintai musik, Einstein besar
karena mencintai fisika.
Kebanyakan dari
kita terlalu takut untuk mempercayai hati kita. Ketika kita sebenarnya
mencintai musik, orang berkata, mau jadi apa kau kuliah musik? Pengamen? Orang –
orang seperti ini disentil sedikit oleh orang lain langsung goyah. Mereka percaya
orang lain yang bahkan tidak mengenal dirinya. Pada umumnya orang selalu takut
mengambil resiko dengan berbagai alasannya. Mereka memilih hidup aman dengan
dituntun penjara budayanya. Padahal dibalik resiko yang besar terdapat peluang
yang besar juga, dan hanya orang – orang bernyali yang mau mengambil peluang
besar ini. Saya yakin bahwa sebagian besar hidup kita akan dihabiskan untuk
bekerja. Senin sampai Jumat kita bekerja. Saya percaya hakikat hidup sebenarnya bukan
berlibur, tapi bekerja. Coba kalian bayangkan jika sebagian besar hidup kita,
kita habiskan untuk mengerjakan hal – hal yang tidak kita sukai, betapa
malangnya hidup kita. Rata – rata kita hanya berumur 60 tahun dan kita hidup
mengerjakan hal – hal yang jelas – jelas tidak kita sukai.
Maka dari itu
kita haruslah mencari passion, cinta, dan jati diri kita. Jika kita belum
menemukan maka tetap teruslah mencari dan jangan pernah berhenti. Suatu saat
kita akan menemukannya. Hidup adalah menghubungkan titik – titik pengalaman
masa lalu menjadi garis atau sebuah jalan untuk menatap masa depan. Saya masih
teringat kata – kata Steve Jobs mengenai hal ini, berikut kutipannya :
“You can’t connect the dots looking forward; you can only connect them
looking backwards. So you have to trust that the dots will somehow connect in
your future. You have trust in something – your gut, destiny, life, karma,
whatever. This approach has never let me down, and it has made all difference
in my life.” – Steve Jobs
Saya sangat
setuju dengan apa yang dikatakan Steve. Saya menganggap titik – titik takdir
kehidupan saya sudah disusun oleh Tuhan, dan tugas saya hanya menghubungkan
titik – titik itu menjadi sebuah garis takdir yang saya yakini. Dan cara
menghubugkan garis – garis tersebut hanya dapat kita rasakan jika kita melihat
pengalaman kita ke belakang, dan mencari titik temu atau persimpangan sebagai
petunjuknya. Sebagai contoh, saya dulu pernah masuk jurusan IPA ketika SMA
padahal saya kala itu lebih tertarik dengan ilmu sosial, namun ternyata saya
mendapatkan hal yang tak saya dapatkan di kelas IPS disana, yaitu daya juang
anak IPA yang sangat besar dan lingkungan yang mengharuskan belajar matematika
yang kelak sangat berguna di masa depan saya. Ketika SMA saya juga pernah
diberi mandat untuk menjadi ketua OSIS, pengalaman ini jelas merusak nilai
akademis saya dan mengharuskan saya bolos selama hampir setengah tahun, namun
hal ini sangat berguna dalam pengembangan kepemimpinan saya di masa depan.
Ketika kuliah saya masuk jurusan antropologi di FISIP UI. Saya mulai belajar
filsafat dan psikologi ketika saya kuliah. Ternyata dari ketiga bidang yang
saya tekuni ketika kuliah ini mengerucutkan minat saya pada ilmu yang namanya
ilmu tentang kognitif manusia, ketiga ilmu itu saling melengkapi dan diperkuat
oleh matematika yang saya dapatkan ketika di IPA SMA.
Ketika saya
melihat masa lalu dengan berbagai pengalaman tersebut saya mulai mengerucutkan
titik – titik pengalaman masa lalu saya menjadi sebuah garis visi saya kedepan
yang saya pegang. Saya sekarang adalah orang yang bekerja dalam bidang
konsultan pendidikan yang saya dirikan sendiri bersama teman saya. Dan percaya
atau tidak, ini adalah kumpulan titik – titik takdir yang saya sambung dari
berbagai pengalaman saya di masa lalu. Sebagai contoh, daya juang dan
matematika yang dibutuhkan oleh pengusaha pendidikan saya peroleh ketika di
program IPA SMA. leadership yang dibutuhkan untuk memimpin perusahaan saya
peroleh di OSIS ketika SMA, bekal ilmu sosial humaniora yang saya tekuni ketika
kuliah membimbing saya pada jalan untuk mendirikan lembaga konsultan pendidikan.
Tentu saja ilmu kognitif adalah ilmu
yang paling pas untuk dikembangkan di bidang pendidikan. Saya hanya bisa
mengatakan saya sangat menikmati apa yang saya kerjakan, dan saya merasakanbahwa
kekuatan cinta dan passion bekerja dalam mewujudkan mimpi saya. Semuanya adalah
warisan dari titik – titik pengalaman masa lalu yang saya buat garis, sehingga
sejalan dengan takdir Tuhan. saya mempercayai apa kata hati saya dan intuisi
saya.
Kehidupan saya
masihlah begitu panjang dan akan terlalu sombong bila saya menceritakan pengalaman
saya yang masih belum sukses ini kepada semua orang yang tentu sudah lebih
banyak lebih sukses dari saya. Tentulah saya masih bodoh dan tolol saat ini,
namun kehidupan akan terus berputar dan saya akan berjuang melakukan semua hal
yang baik bagi saya dan orang lain. Dan suatu saat kita lihat bagaimana passion dan rasa cinta
itu berhasil menjadi kekuatan raksasa yang ada di dalam diri dan menunjukan
kesuksesannya. Takdir Tuhan tak pernah buruk untuk ciptaannya, manusia
sendirilah yang menciptakan takdir yang buruk dengan berusaha menyimpang dari
jalannya. Semua manusia mempunyai cara sendiri terhadap hidup dan
kesuksesannya. Jangan pernah lelah mencari passion, karena semakin kita mencari
maka semakin dekat kita dengannya. definisi passion sederhana, cukup
definisikan passioan sebagai suatu hal yang bisa membuat kita lupa makan dan
lupa tidur. Terakhir saya mengutip sebuah sajak dari Robert Frost :
The Road Not Taken (jalan
yang tidak kutempuh)
Dua jalan bercabang
dalam remang kehidupan
Dan sayang aku tidak
bisa menempuh keduanya
Dan sebagai
pengembara, aku berdiri lama
Dan memandang ke satu
jalan sejauh aku bisa
Kemana kelokannya
mengarah di balik semak belukar;
Kemudian aku memandang
yang satunya, sama bagusnya,
Dan mungkin malah
lebih bagus
Karena jalan itu segar
dan mengundang
Meskipun tapak yang
telah melewatinya
Juga telah merundukan
rerumputannya
Dan pagi itu keduanya
sama –sama membentang
Di bawah hamparan
dedaunan rontok yang belum terusik.
Oh, kusimpan jalan
pertama untuk kali lain!
Meski tahu semua jalan
berkaitan,
Aku ragu akan pernah
kembali.
Aku akan menuturkannya
sambil mendesah
Suatu saat berabad –
abad mendatang;
Dua jalan bercabang di
hutan, dan aku
Aku menempuh jalan
yang jarang dilalui,
Dan itu mengubah
segalanya. (Robert Frost – 1916)
Chairul Anam Bagus Haqqiasmi
Nganjuk, 15 Juli 2014
0 comments