I don't want a lot of things. I just want to invite you to think together!

Pages

Saturday 14 June 2014

Masalah – Masalah Dalam Pengajaran Teoritik



Teori seringkali menjadi momok menakutkan bagi para siswa, pemahaman teoritik umumnya tidak disukai sebagian besar siswa karena sangat abstrak dan sulit dipahami. Masalah – masalah ini biasanya disebabkan oleh guru yang kurang memahami teori secara benar, ataupun kesusahan guru dalam menjelaskan berbagai konsep yang dianggap sulit dalam pengajaran. Problem ini adalah problem – problem klasik yang ada di berbagai tempat dalam setiap institusi pendidikan. Masalah ini sebenarnya tetap langgeng bukan karena tidak bisa diselesaikan, namun pendekatan yang digunakan dalam memahami teori tersebut salah, sehingga teori – teori ini seringkali susah dicerna oleh para murid. Dalam tulisan ini saya berasumsi bahwa masalah – masalah pengajaran teoritik dapat diselesaikan dengan pendekatan kognitif. Pendekatan kognitif ini digunakan untuk mengetahui karakteristik dari teori sendiri sehingga lebih mudah untuk dipahami.

Abstrak vs Kongkrit, Intuisi vs Pengindraan

Untuk memahami sebuah teori, kita perlu membedakan dulu objek – objek kognitif manusia yang berupa kongkrit dan abstrak. Kedua objek ini memiliki ciri – ciri yang sangat berbeda dalam diskursusnya (proses – proses mendapatkan pengetahuan) masing – masing. Yang kongkrit didefinisikan sebagai objek yang menempati ruang, karakteristik dari yang kongkrit adalah dapat ditangkap panca indra. Kita ambil contoh misalnya kursi. Kursi adalah sebuah objek yang menempati ruang, kita bisa melihat kursi dengan mata kita, kita bisa meraba kursi dengan indra peraba kita, dan lain sebagainya. Intinya adalah kursi objek yang kongkrit yang dapat ditangkap oleh alat indra. Hal ini tentu sangat berlawanan dengan objek abstrak. Objek abstrak didefinisikan sebagai objek imajiner yang diberi makna lewat penggunaan bahasa sebagai simbol, objek ini bersifat metafisik, atau tidak berwujud dan tidak dapat ditangkap oleh alat indra. Misalnya adalah agama. Siapa yang bisa melihat agama? siapa yang bisa meraba agama? pada dasarnya agama adalah abstrak karena tidak dapat ditangkap dengan alat indra. Angan – angan tentang agama adalah suatu gagasan imajiner atau ideasional yang dibentuk/didefinisikan melalui bahasa. Teori termasuk dalam objek kognitif yang abstrak, oleh karena itu lebih susah untuk dimengerti karena bukan objek yang kongkrit yang bisa ditangkap oleh alat indra.

Secara psikologis ada dua tipikal kecenderungan manusia untuk mengamati suatu objek kognitif. Yang pertama adalah tipikal intuisi yang dilambangkan dengan (N) dan pengindraan yang dilambangkan dengan (S). Orang dengan intuisi kecenderungan berpikir imajinatif, dan selalu mencari pola – pola dari apa yang dilihatnya, sedangkan orang yang menggunakan pengindraan lebih melihat suatu objek kongkrit yang ditangkap alat indra sebagaimana adanya yang ditangkap alat indranya. Orang – orang dengan tipikal N seringkali lebih memiliki kecenderungan untuk berpikir dan mengenali objek – objek abstrak, sedangkan orang – orang dengan tipikal S lebih suka berpikir dan mengenali objeknya secara kongkrit. Orang – orang dengan tipe N inilah yang umumnya mudah untuk mengerti teori, karena imajinasi mereka yang tinggi untuk menggali wujud abstrak tersebut melalaui simbol – simbol bahasa. Umumnya orang – orang dengan tipikal kognitif S kesulitan dalam memahami teori, dikarenakan kecenderungan mengenali objek mereka secara kongkrit.

Imajinasi dan Kreativitas 

Dalam tulisan ini saya sangat memebedakan yang namanya imajinasi dan kreatifitas. Pandangan awam biasanya menganggap kedua fenomena ini sama. Saya berasumsi bahwa yang namanya kreatifitas adalah cara berpikir divergen/menyebar yang berusaha mencari sisi berbeda dari suatu objek, sehingga menciptakan sesuatu yang dianggap baru. Sedangkan imajinasi merupakan proses menyelami pikiran secara mendalam dan mencari bentuk – bentuk tertentu (bisa berupa konvergen dan divergen) yang bisa diartikan secara memusat maupun menyebar. Memusat merupakan cara berfikir konsentrasi, sedangkan menyebar adalah cara berfikir kreatif. Baik memusat maupun menyebar keduanya memiliki imajinasi yang tinggi. Saya mencontohkan dua tipe tokoh yang sama – sama berkarakter N namun memiliki kecenderungan yang berbeda dalam cara berfikir, yang satunya lebih dominan konvergen, satunya lagi lebih dominan divergen. 

Contoh tokoh N yang memiliki kecenderungan berpikir secara intuitif adalah Karl Marx. Marx memiliki imajinasi sangat tinggi dalam mengenali objek – objek abstrak, namun ciri khas imajinasi Marx lebih bersifat memusat yang memperhatikan detail dan dalamnya pemikirannya, tipe – tipe seperti ini akan sangat dalam bila mengorek suatu permasalahan. Di tangannya atu masalah dapat dilihat dari berbagai sisi yang sangat detail dan dalam. Orang seperti ini menghindari kedangkalan dalam suatu pendeskripsian kasus, tak heran buku Das Kapitalnya sangat tebal dan terdiri dari beberapa volume untuk mengkritik kapitalisme eropa. Pada kutub yang berbeda saya mencontohkan Leonaro Davinci. Davinci merupakan tipe tokoh N yang memiliki kecenderungan untuk berfikir divergen atau menyebar. Ini menjadikan cara berfikirnya yang imajinatif sangat meluas dan kreatif. Terbukti dari sangat banyak ilmu yang dikuasainya, misalnya anatomi, fisika, mekanika seni rupa dan lain sebagainya sehingga dijuluki polymath (orang yang menguasai berbagai ilmu). Kemampuanya dalam berbagai banyak hal ini didukung oleh insting berfikirnya yang memiliki kecenderungan divergen.

Dalam kajian – kajian kognitif orang yang menggunakan intuisi dianggap memiliki usia mental yang lebih matang dibanding menggunakan pengindraan. Kajian perkembangan kognisi Piglet misalnya yang menganggap bahwa manusia ketika masih kecil belum bisa berfikir secara abstrak. Namun ketika dia beranjak dewasa, biasanya sekitar umur 12 tahun, manusia mulai mampu mengenali objek – objek secara abstrak dengan baik. ada pula kajian kognitif yang mengatakan sekitar 85% kecerdasan umum(kemampuan verbal, logika abstrak, matematik dan spasial keruangan) manusia disumbangkan oleh faktor kepribadian N ini daripada faktor yang lain. Hal ini memberikan kita sebenarnya gambaran bahwa imajinasi adalah kunci utama untuk menguasai objek – objek yg bersifat abstrak. Problem yang muncul adalah, tidak semua manusia memiliki kecenderungan untuk mengenali objeknya secara intuitif. Banyak juga yang memiliki kecenderungan untuk menggunakan pengindraan dalam mengenali objek. Lalu bagaimana solusinya agar lancar dalam pengajaran teoretik?

Peran Metafor dan Analogi dalam Mengenali Objek Abstrak

Dalam pengajaran teori, orang yang bertipikal S umunya akan sulit memahami, karena kecenderungan cara berfikir mereka yang menganggap realita umumnya didapat melalui pengindraan. Dalam hal ini posisi seorang pengajar harus mampu mendefinisikan teori yang bersifat abstrak kedalam analogi dan metafor yang bersifat bersifat kongkrit. Contohnya misalnya penjelasan Enstein tentang gravitasi. Begitu mendengar nama Einstein, mungkin pikiran kita akan terstigma bahwa teori Einstein ini pasti rumit. hal yang rumit itu akan menjadi gampang dengan bantuan analogi dan metafor. Einstein menjelaskan bahwa gravitasi adalah lengkungan dari dimensi 3 (ruang) dan 4 (waktu). Dalam pendefinisian gravitasi  Einstein tadi saya ambil contoh untuk menganalogikan dengan sesuatu yang kongkrit. Misalnya ada sebuah bola bowling di tengah trampolin, dan ada kelereng beberapa meter dari bola bowling itu. tentu kita berasumsi bahwa permukaan trampolin akan cekung karena menahan berat bola bowling, sehingga menarik kelereng yang ada di sekitarnya. Trampolin melengkung tadi adalah analogi dari dimensi ruang dan waktu yang dianggap melengkung oleh Einstein. Sedangkan bola bowling bisa diibaratkan masa suatu benda yang besar (contohnya matahari), sedangkan kelereng adalah analogi dari masa yang lebih kecil (misalnya bumi). Hal inilah yang dinamakan gaya tarik menarik atau gaya gravitasi. Ini menjelaskan pula kenapa kita tidak jatuh pada permukaan bumi yang bulat. Hal ini terjadi karena bumi menarik kita. 

Dalam kasus diatas kita bisa melihat bahwa pendefinisian teori Einstein yang abstrak dapat didefinisikan secara kongkrit sehingga pemahaman ini dapat dipahami oleh tipikal jenis manusia N maupun S. Penganalogian teori menjadi bola bowling, trampolin dan kelereng yang objeknya dapat ditangkap melalui alat indra memudahkan kita untuk mengimajinasikan bagaimana sebuah gravitasi bekerja. Dengan penggunaan metafor dan analog ini seharusnya problem – problem kesulitan dalam pengajaran teoritik seharusnya dapat diminimalisir. Hal yang perlu dilakukan adalah membawa keseharian analogi dan metafor dalam setiap proses belajar mengajar sehingga ilmu yang dipelajari lebih mudah tersampaikan.

Chairul Anam Bagus Haqqiasmi
Depok, 14 Juni 2014

Share this post
  • Share to Facebook
  • Share to Twitter
  • Share to Google+
  • Share to Stumble Upon
  • Share to Evernote
  • Share to Blogger
  • Share to Email
  • Share to Yahoo Messenger
  • More...

0 comments

:) :-) :)) =)) :( :-( :(( :d :-d @-) :p :o :>) (o) [-( :-? (p) :-s (m) 8-) :-t :-b b-( :-# =p~ :-$ (b) (f) x-) (k) (h) (c) cheer

 
© Angkringan Intelektual
Designed by BlogThietKe Cooperated with Duy Pham
Released under Creative Commons 3.0 CC BY-NC 3.0
Posts RSSComments RSS
Back to top