I don't want a lot of things. I just want to invite you to think together!

Pages

Wednesday 10 April 2013

Indonesia Sebuah Potret Kegagalan Demokrasi?


Ada beberapa sistem pemerintahan di dunia ini. Salah satu sistem pemerintahan terpopuler adalah sistem pemerintahan demokrasi. Demokrasi berasal dari istilah yunani yaitu demos dan kratos, yang berarti pemerintahan oleh rakyat, dari rakyat dan untuk rakyat. Akhir – akhir ini terjadi tren yang sangat signifikan dari negara – negara otoriter untuk menjadi negara demokrasi, termasuk Indonesia setelah era reformasi 1998. Namun apakah sistem demokrasi yang sekarang ini cocok untuk Indonesia?

Saya berargumentasi bahwa demokrasi yang sekarang ini adalah sistem yang kurang cocok untuk Indonesia saat ini. Saya mempunyai beberapa alasan yang cukup kuat untuk fenomena yang satu ini. Yang pertama adalah pendidikan di Idonesia yang belum maju. Aristoteles filsuf yunani kuno pernah mengatakan sebuah negara demokrasi harus mempunyai warga yang terdidik. Artinnya dalam praktik demokrasi, semua yang berpartisipasi adalah warga yang memiliki tingkat pendidikan yang cukup. Kenapa harus terdidik? Kita ambil contoh saja di satu daerah di X Jawa Timur. Saat terjadi pemilihan bupati di daerah kota X, calon incumbent mengajukan diri sebagai calon buati lagi di masa berikutnnya. Akan tetapi pada masa pemerintahan sebelumnnya, incumbent ini sangat korup. Pada saat pemilu sang incumbent menang lagi. Ternyata sang incumbent melakukan “money politic” di desa – desa yang memiliki tingkat pendidikan cukup rendah. Hal ini tentu menunjukan rakyat Indonesia sebagian besar belum bisa memilih secara tepat.

Alasan kedua adalah demokrasi memerlukan tingkat kemiskinan yang rendah. Aristoteles juga pernah mengungkapkan hal ini. Dia sangat membenci demokrasi referendum yang ada di yunani kuno dulu. Dikarenakan warga yang berdemokrasi kebanyakan dari mereka hanya berpikir jangka pendek untuk menyambung hidup. Sama sekali tidak berpikir visioner. Hal ini berarti warga miskin punya kecenderungan untuk salah memilih. Kebanyakan dari warga miskin, akan sangat lemah jika terkena “money politic” dikarenakan orientasi mereka adalah jangka pendek, yaitu bagaimana cara menyambung hidup dan mencari sesuap nasi.

Alasan yang terakhir adalah demokrasi saat ini menjadi alat legitimasi bagi mayoritas. Sadar ataupun tidak sadar, demokrasi itu sebenarnya membunuh minoritas. Sistem demokrasi memaksa asimilasi. Yaitu kaum minoritas yang semakin terpaksa terintegrasi ke kaum mayoritas karena kalah dalam legitimasi. contohnya sistem kebijakan negara dalam keagamaan yang cenderung banyak mendapat pengaruh islam. Hal ini tak terlepas dari mayoritas penduduk Indonesia yang memang Islam, bahkan pada masa perumusan dasar negara, pada sila pertama terdapat unsur untuk menerapkan syariat islam dalam kehidupan sehari – hari. Negara ini hampir menjadi negara islam dikarenakan founding fathers kita yang memang mayoritas islam. Jika ada partai yang memiliki ideologi agama non – islam maka dipastikan partai tersebut akan kalah dalam pemilu. Itu yang mennyebabkan minoritas beralih ke partai nasionalis sekuler  yang mengakomodir semua golongan.

Akhirnnya saya pada kesimpulan bahwa sistem demokrasi Indonesia yang sekarang belum cocok untuk diterapkan di negara ini. Karena demokrasi yang berlaku di Indonesia saat ini adalah demokrasi elektoral (Merkel 2005 : 19), yaitu demokrasi yang hanya melihat demokrasi dari adannya pemilu, tetapi mengabaikan makna subtansi dari demokrasi itu sendiri. Padahal jika ingin mencapai bentuk sistem pemerintahan yang baik Indonesia harus mencapai demokrasi substansial, bukan lagi elektoral maupun prosedural. Dalam artian demokrasi benar – benar mampu menjangkau aspirasi rakyat dari segala dimensi, baik mayoritas maupun minoritas. Saat ini Indonesia masih cenderung pada prinsip demokrasi prosedural/elektoral karena  di Indonesia masih banyak orang yang kurang terdidik, miskin dan kuatnnya dominasi mayoritas di tengah keberagaman. 

Kita belum menemukan bentuk yang lebih baik dari pemerintahan demokrasi, itu kenapa demokrasi tetap menjadi sistem yang populer sekarang ini. Hal ini berkaitan dengan sifat ilmu sosial yang dialektis, yaitu menganggap sesuatu penemuan yang baik itu benar, sebelum ada penemuan yang lebih baik lagi. Contohnnya dahulu aristokrasi dianggap bentuk pemerintahan yang terbaik pada jamannya, tetapi beberapa abad kemudian ditemukan otoritarian yang lebih baik. beberapa waktu kemudian ditemukan pemerintahan demokrasi yang dianggap lebih baikdaripada otoritarian. Hal itu akan berlangsung terus - menerus hingga ditemukan sistem yang terbaik. 

Ingat, Indonesia adalah negara yang majemuk, oleh karena itu kita tidak bisa asal mengadopsi sistem pemerintahan dari luar, hal ini dikarenakan kondisi masyarakat kita yang berbeda. Menurut analisis saya sistem yang terbaik untuk diterapkan saat ini adalah demokrasi subtansial yang benar – benar memiliki makna substantif tentang demokrasi, yaitu makana yang dapat mengekomodir kaum minoritas. Salah satu jalannya adalah dengan musyawarah mufakat, menghindari voting seminimal mungkin sehingga tercipta aspirasi yang holistik (menyeluruh) dari seluruh warga masyarakat. Demokrasi subtansial harus memiliki masyarakat yang terdidik,  tingkat kemiskinan yang rendah, dan juga mewajibkan rakyatnnya untuk lebih dewasa menyikapi kebijakan, karena tanpa kedewasaan, tak akan tercipta kata mufakat.



Chairul Anam Bagus Haqqiasmi
Jakarta 11 - April - 2013
Share this post
  • Share to Facebook
  • Share to Twitter
  • Share to Google+
  • Share to Stumble Upon
  • Share to Evernote
  • Share to Blogger
  • Share to Email
  • Share to Yahoo Messenger
  • More...

0 comments

:) :-) :)) =)) :( :-( :(( :d :-d @-) :p :o :>) (o) [-( :-? (p) :-s (m) 8-) :-t :-b b-( :-# =p~ :-$ (b) (f) x-) (k) (h) (c) cheer

 
© Angkringan Intelektual
Designed by BlogThietKe Cooperated with Duy Pham
Released under Creative Commons 3.0 CC BY-NC 3.0
Posts RSSComments RSS
Back to top