Ada beberapa
sistem pemerintahan di dunia ini. Salah satu sistem pemerintahan terpopuler
adalah sistem pemerintahan demokrasi. Demokrasi berasal dari istilah yunani
yaitu demos dan kratos, yang berarti pemerintahan oleh rakyat, dari rakyat dan
untuk rakyat. Akhir – akhir ini terjadi tren yang sangat signifikan dari negara
– negara otoriter untuk menjadi negara demokrasi, termasuk Indonesia setelah
era reformasi 1998. Namun apakah sistem demokrasi yang sekarang ini cocok untuk
Indonesia?
Saya
berargumentasi bahwa demokrasi yang sekarang ini adalah sistem yang kurang
cocok untuk Indonesia saat ini. Saya mempunyai beberapa alasan yang cukup kuat
untuk fenomena yang satu ini. Yang pertama adalah pendidikan di Idonesia yang
belum maju. Aristoteles filsuf yunani kuno pernah mengatakan sebuah negara
demokrasi harus mempunyai warga yang terdidik. Artinnya dalam praktik
demokrasi, semua yang berpartisipasi adalah warga yang memiliki tingkat
pendidikan yang cukup. Kenapa harus terdidik? Kita ambil contoh saja di satu
daerah di X Jawa Timur. Saat terjadi pemilihan bupati di daerah kota X, calon
incumbent mengajukan diri sebagai calon buati lagi di masa berikutnnya. Akan
tetapi pada masa pemerintahan sebelumnnya, incumbent ini sangat korup. Pada
saat pemilu sang incumbent menang lagi. Ternyata sang incumbent melakukan
“money politic” di desa – desa yang memiliki tingkat pendidikan cukup rendah.
Hal ini tentu menunjukan rakyat Indonesia sebagian besar belum bisa memilih
secara tepat.
Alasan kedua
adalah demokrasi memerlukan tingkat kemiskinan yang rendah. Aristoteles juga
pernah mengungkapkan hal ini. Dia sangat membenci demokrasi referendum yang ada
di yunani kuno dulu. Dikarenakan warga yang berdemokrasi kebanyakan dari mereka
hanya berpikir jangka pendek untuk menyambung hidup. Sama sekali tidak berpikir
visioner. Hal ini berarti warga miskin punya kecenderungan untuk salah memilih. Kebanyakan dari warga miskin,
akan sangat lemah jika terkena “money politic” dikarenakan orientasi mereka
adalah jangka pendek, yaitu bagaimana cara menyambung hidup dan mencari sesuap
nasi.
Alasan yang
terakhir adalah demokrasi saat ini menjadi alat legitimasi bagi mayoritas.
Sadar ataupun tidak sadar, demokrasi itu sebenarnya membunuh minoritas. Sistem
demokrasi memaksa asimilasi. Yaitu kaum minoritas yang semakin terpaksa
terintegrasi ke kaum mayoritas karena kalah dalam legitimasi. contohnya sistem
kebijakan negara dalam keagamaan yang cenderung banyak mendapat pengaruh islam.
Hal ini tak terlepas dari mayoritas penduduk Indonesia yang memang Islam,
bahkan pada masa perumusan dasar negara, pada sila pertama terdapat unsur untuk
menerapkan syariat islam dalam kehidupan sehari – hari. Negara ini hampir
menjadi negara islam dikarenakan founding fathers kita yang memang mayoritas
islam. Jika ada partai yang memiliki ideologi agama non – islam maka dipastikan
partai tersebut akan kalah dalam pemilu. Itu yang mennyebabkan minoritas
beralih ke partai nasionalis sekuler yang
mengakomodir semua golongan.
Akhirnnya saya
pada kesimpulan bahwa sistem demokrasi Indonesia yang sekarang belum cocok
untuk diterapkan di negara ini. Karena demokrasi yang berlaku di Indonesia saat
ini adalah demokrasi elektoral (Merkel 2005 : 19), yaitu demokrasi yang hanya
melihat demokrasi dari adannya pemilu, tetapi mengabaikan makna subtansi dari
demokrasi itu sendiri. Padahal jika ingin mencapai bentuk sistem pemerintahan
yang baik Indonesia harus mencapai demokrasi substansial, bukan lagi elektoral
maupun prosedural. Dalam artian demokrasi benar – benar mampu menjangkau
aspirasi rakyat dari segala dimensi, baik mayoritas maupun minoritas. Saat ini Indonesia
masih cenderung pada prinsip demokrasi prosedural/elektoral karena di Indonesia masih banyak orang yang kurang
terdidik, miskin dan kuatnnya dominasi mayoritas di tengah keberagaman.
Kita belum
menemukan bentuk yang lebih baik dari pemerintahan demokrasi, itu kenapa
demokrasi tetap menjadi sistem yang populer sekarang ini. Hal ini berkaitan
dengan sifat ilmu sosial yang dialektis, yaitu menganggap sesuatu penemuan yang
baik itu benar, sebelum ada penemuan yang lebih baik lagi. Contohnnya dahulu
aristokrasi dianggap bentuk pemerintahan yang terbaik pada jamannya, tetapi
beberapa abad kemudian ditemukan otoritarian yang lebih baik. beberapa waktu
kemudian ditemukan pemerintahan demokrasi yang dianggap lebih baikdaripada
otoritarian. Hal itu akan berlangsung terus - menerus hingga ditemukan sistem
yang terbaik.
Ingat,
Indonesia adalah negara yang majemuk, oleh karena itu kita tidak bisa asal
mengadopsi sistem pemerintahan dari luar, hal ini dikarenakan kondisi
masyarakat kita yang berbeda. Menurut analisis saya sistem yang terbaik untuk
diterapkan saat ini adalah demokrasi subtansial yang benar – benar memiliki
makna substantif tentang demokrasi, yaitu makana yang dapat mengekomodir kaum
minoritas. Salah satu jalannya adalah dengan musyawarah mufakat, menghindari voting
seminimal mungkin sehingga tercipta aspirasi yang holistik (menyeluruh) dari
seluruh warga masyarakat. Demokrasi subtansial harus memiliki masyarakat yang
terdidik, tingkat kemiskinan yang rendah,
dan juga mewajibkan rakyatnnya untuk lebih dewasa menyikapi kebijakan, karena
tanpa kedewasaan, tak akan tercipta kata mufakat.
Chairul Anam Bagus Haqqiasmi
Jakarta 11 - April - 2013
0 comments